Minggu, 04 Oktober 2009

Road to Perdition II

April 06, 2009 : Road to Perdition II

Pernahkah mendengar ungkapan ‘Beranilah bermimpi untuk melanjutkan hidup’? atau ‘kejarlah mimpimu sampai di ujung langit’? jikalau belum mendengarnya mungkin itu hanya ungkapan dariku saja. Akupun tak pernah ingat secara persis apa bunyi ungkapan tersebut. Tapi yang jelas intinya adalah bahwa dalam hidup, manusia tidak diharamkan untuk bermimpi, selama mimpi itu menjadi pemacu dirinya untuk terus maju dan berkarya menggapai mimpi-mimpinya tersebut. Tapi mungkin aku termasuk dari orang-orang yang juga harus hati-hati atas mimpi-mimpiku maupun perasaan terpendamku yang hanya bersuara dalam hati. Karena ternyata selain aku, ada yang dengan jelas mendengar ucapan hatiku yang tersembunyi.

Saat dulu aku diberi kesempatan untuk melewati sebuah gedung tua yang mirip benteng Belanda di tengah sebuah kota nan sejuk dan rindang, dalam sebuah perjalanan yang penuh cinta dan ceria, dari balik kaca bening yang memisahkanku dengannya, sekilas dan lirih aku berbisik dalam hati ‘aku ingin mengenal dan memasuki halamanmu wahai sang penakluk waktu’. Sejenak.. Ya, hanya 30 detik yang kuperlukan untuk berbisik sambil memandangnya, sebelum aku berlalu bersama tertawa dan keceriaanku.

Butuh 3,5 tahun kemudian untuk dapat lagi mengingat bisikan mimpi dan kata hati yang saat itu kuucapkan tanpa kusengaja. Dengan sedikit keberuntungan dan pandangan aneh dari teman-temanku (bahkan sebenarnya akupun merasa aneh dan sangsi atas kenyataan tersebut), aku berdiri tepat di depanmu, di halaman depanmu untuk mengetuk pintu angkuhmu. Tak banyak yang berubah dari dirimu. Kokoh, hitam, sejuk dan teduh. Aku tersenyum. Mohon maafmu gedung tuaku, tapi terpaksa kau akan menghadapi dan menjadi saksi keisenganku selama 4 tahun ke depan, minimal. Oh, maaf. Mungkin tidak hanya keisenganku, tapi juga kebebasanku dan ceria cintaku. Sambut aku gedung tua, orang yang akan menguras ilmu darimu selama 4 tahun ke depan..

(aku tak pernah ingat secara persis kapan aku pertama kali tiba di Bogor, memandang untuk yang kedua kalinya gedung tua Fakultas Pertanian – Kampus Institut Pertanian Bogor di Baranangsiang. Yang aku ingat adalah harga tiket bus eksekutif Semarang – Jakarta saat itu masih 27.000 perak. Satu hal yang pasti, itu adalah bulan Juli 1997)

Selasa, 01 September 2009

Road to Perdition I

Terkadang manusia harus melalui jalan yang berliku dan tanjakan yang tajam untuk sampai pada tujuan yang dikehendakinya. Tapi terkadang pula manusia tidak memerlukan usaha keras untuk mencapai keinginannya (sebuah kalimat yang mungkin terlampau sering terdengar). Tapi pernahkah terpikir bahwa apa yang kita capai, raih maupun kita jalani telah kita alami melalui mimpi yang hadir di suatu waktu tidur kita?


Ketika dulu aku meninggalkan Sulawesi di tahun 2001, aku merasa menyesal belum punya cukup waktu untuk mengenalnya lebih jauh. Hingga aku hanya bergumam dalam hati, semoga KAU beri aku kesempatan sekali lagi untuk lebih mengenalnya. Dan kemudian waktu berlalu sampai aku lupa akan gumamanku sendiri. Hingga datang sebuah mimpi ketika aku berada disisi lain dari kepulauan negaraku ini; mimpi tentang bermain dalam sebuah permainan masa kecil bersama dengan orang yang tidak aku kenal sama sekali. Mimpi yang hanya aku anggap sebagai bunga tidur belaka.


Dan tahun 2007, gumamanku mendapat jawaban-NYA. Aku kembali ke Sulawesi dengan tugas dan misi baru. Sampai beberapa waktu kemudian kusadari, siapa orang tak dikenal yang bermain denganku dalam sebuah permainan masa kecilku yang menghiasi mimpiku di suatu malam.


[ ditulis pada tanggal 6 April 2009 ]

Dari Lereng Lawu

Terkadang di sela-sela keseibukanku, hal inilah yang aku sangat rindukan. Duduk (maupun berdiri), sendiri meresapi, memandang langit dan bumi, melihat kesibukan manusia kecil nun jauh di sana, menjauh dari segala kepusingan dan hiruk pikuk masalah yang ada.


Terkadang di celah-celah kejenuhanku, diam seperti inilah yang aku sangat inginkan. Menjelajah pandangan ke setiap pelosok jalan, mengedarkan pikiran ke seantero jalan dan lika-liku gang, tersenyum sendiri akan segala kebodohan.


Dan terkadang pula di saat-saat inilah rasa sesal kembali menyelip, mencari kesempatan untuk dapat memasuki relung jiwa, mencoba mencari jalan untuk muncul ke permukaan hingga akhirnya timbul tanya dalam hati akankah waktu dapat berputar kembali...


Berada jauh dari sumber peradaban ini membuatku bertanya, apakah yang dicari manusia yang sengaja hidup dan tinggal di sini? Akankah mereka bahagia dengan apa yang mereka cari? Ataukah cukup dengan apa yang mereka telah dapati dan miliki?

Aku tak pernah tahu jawabnya...

Karena aku tak pernah menanyakannya...


(Lamaaaaaaa setelah vakum dari dunia, aku mencoba kembali menulis. Gak tahu kenapa baru sekarang. Mungkin momentum hari kemerdekaan ini yang membuatku kembali ingin menulis, setelah semalam merinding dari jam 21.00 WITA hingga 02.00 WITA karena mendengar lagu-lagu perjuangan itu. Kemudian aku bertanya, apakah aku sudah menjadi manusia berguna bagi manusia lainnya?)

[ditulis pada tanggal 6 April 2009]

Mulailah Berjalan Anakku

Suatu hari di sebuah rumah kontrakan kecil
"Bu', yen aku wis gedhe mengko aku tak lungo dhewe yo.."

(Bu, kalo aku sudah besar nanti aku ingin pergi sendirian ya)

"Lungo ning ndi tho le?"

(Pergi kemana sih nak?)

"Yoo, ningndi wae, keliling. Adoh saka omah. Muter-muter lah"

(ya kemana saja, keliling. jauh dari rumah)

"Wong nduwe omah kok malah lungo-lungo.."

(Punya rumah kok malah pergi-pergi)


Semenit kemudian...

"Ayo melu ibu' muter-muter ider sandangan.."

(Ayo ikut ibu keliling menawarkan pakaian)


dan anak kecil itupun sudah bertengger dengan manisnya di keranjang belakang stang sepeda jengki merk 'Phoenix' made in China..

Aku percaya (dan memang harus percaya) bahwa setiap manusia membawa takdir, nasib dan hidupnya sendiri-sendiri. Tidak ada satupun kejadian atau apapun itu di dunia yang terjadi secara kebetulan. Semua sudah ditentukan dan tentunya sudah dicatat dalam Lauhul Mahfuzh. Bukankah ada ujar-ujar bahwa daun kering yang jatuh dari cabang pohon pun harus atas seijin-NYA? dan tentang semua itu adalah perjanjian rahasia antara Allah SWT dengan kita pada saat kita masih dalam Alam Barzah (di dalam kandungan sebelum saatnya kita lahir dari rahim ibu kita masing-masing, melihat dunia dan akhirnya sudah berani memilih).


Tapi mungkin jg setelah kita lahir, melihat dunia beserta isinya, kemudian kita kecewa lalu menangis (mungkinkah itu mengapa tiap bayi yang baru lahir selalu menangis kencang?). dan setelah kencangnya tangisan itu, kita bergerak pelan, merangkak, berjalan tertatih-tatih, lalu mulai berlari sampai akhirnya kita lupa pada perjanjian yang telah kita buat sebelumnya dengan Sang Pencipta kita...


[ ditulis pada hari Rabu tanggal 27 Februari 2008 ]

Akhir Perjalanan

Innalillahi Wa Innailaihi Roji'un...

Akhirnya, titik itu sampai sudah, Bapak
Hari ini, tuntas sudah perjalananmu memenuhi janji
Kau tutup matamu dengan tenang, di saat semua mata negeri ini
tercurah padamu...
Kini tinggal kenangan dan sisa-sisa kejayaanmu yang tertinggal
Kau tinggal untuk terus dikejar dan diburu orang,
sebagai bagian dari sisi kelam hidupmu...
Bapak, bagiku kau tetap manusia biasa,
ada baikmu dan juga khilafmu
Tapi bagaimanapun juga, disaat terakhirmu
negeri ini ternyata tetap memujamu
Kau tetap mendapat hormatku, Bapak
dan kau masih tetap dicintai rakyatmu...
Selamat jalan Bapak Bangsa...Selamat jalan Bapak Soeharto

BERITA DUKA
BAPAK HM. SOEHARTO, MANTAN PRESIDEN RI KE-2
TUTUP USIA PADA HARI INI, MINGGU 27 JANUARI 2008 PUKUL 13.10 bbwi
DI RS PUSAT PERTAMINA JAKARTA.
BELIAU MENINGGAL PADA USIA 87 TAHUN AKIBAT KEGAGALAN FUNGSI ORGAN DALAM TUBUH (MULTIPLE ORGAN FAILURE)


[ ditulis pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2008 ]