Selasa, 01 September 2009

Mulailah Berjalan Anakku

Suatu hari di sebuah rumah kontrakan kecil
"Bu', yen aku wis gedhe mengko aku tak lungo dhewe yo.."

(Bu, kalo aku sudah besar nanti aku ingin pergi sendirian ya)

"Lungo ning ndi tho le?"

(Pergi kemana sih nak?)

"Yoo, ningndi wae, keliling. Adoh saka omah. Muter-muter lah"

(ya kemana saja, keliling. jauh dari rumah)

"Wong nduwe omah kok malah lungo-lungo.."

(Punya rumah kok malah pergi-pergi)


Semenit kemudian...

"Ayo melu ibu' muter-muter ider sandangan.."

(Ayo ikut ibu keliling menawarkan pakaian)


dan anak kecil itupun sudah bertengger dengan manisnya di keranjang belakang stang sepeda jengki merk 'Phoenix' made in China..

Aku percaya (dan memang harus percaya) bahwa setiap manusia membawa takdir, nasib dan hidupnya sendiri-sendiri. Tidak ada satupun kejadian atau apapun itu di dunia yang terjadi secara kebetulan. Semua sudah ditentukan dan tentunya sudah dicatat dalam Lauhul Mahfuzh. Bukankah ada ujar-ujar bahwa daun kering yang jatuh dari cabang pohon pun harus atas seijin-NYA? dan tentang semua itu adalah perjanjian rahasia antara Allah SWT dengan kita pada saat kita masih dalam Alam Barzah (di dalam kandungan sebelum saatnya kita lahir dari rahim ibu kita masing-masing, melihat dunia dan akhirnya sudah berani memilih).


Tapi mungkin jg setelah kita lahir, melihat dunia beserta isinya, kemudian kita kecewa lalu menangis (mungkinkah itu mengapa tiap bayi yang baru lahir selalu menangis kencang?). dan setelah kencangnya tangisan itu, kita bergerak pelan, merangkak, berjalan tertatih-tatih, lalu mulai berlari sampai akhirnya kita lupa pada perjanjian yang telah kita buat sebelumnya dengan Sang Pencipta kita...


[ ditulis pada hari Rabu tanggal 27 Februari 2008 ]

1 komentar:

  1. Mungkin itu merupakan salah satu awal mula. Tapi sepertinya, keping pertama semua petualangan dimulai ketika Ibu melahirkan di becak. Hihihi. Subhanallah.

    BalasHapus